Langsung ke konten utama

Sebuah Catatan: Mancing di Danau Taman Hidup, 12 Agustus 2018.


Seminggu menjelang libur panjang kuliah berakhir, saya dan Mimi menyempatkan untuk memancing di Danau Taman Hidup, Gunung Argopuro (orang Bremi menyebutnya Taman).

            Saya berangkat tanggal 11 pukul setengah 5 sore dan sampai di rumah Mimi di desa Bremi sekitar pukul setengah 6. Kemudian makan malam dan membenarkan pancing untuk esok hari. Sekitar jam 11 malam saya tidur. Pukul setengah 4 bangun. Memasukkan segala perlengkapan dan bekal ke dalam daypack. Pukul setengah 5 kami berangkat. Perjalanan dimulai.

            Tidak jauh kami melangkah, sekitar 200 meter dari rumah, kami melihat cahaya berwarna merah seperti bintang jatuh yang menghilang begitu saja. Untuk dikatakan bintang jatuh, cahaya itu terlalu kecil. Kalau kata orang-orang, cahaya itu berasal dari ilmu santet. Ada pendapat lain? Kami terus melangkah melewati ladang warga.

            Pukul 5 kami masuk Hutan Pohon Damar. Waktu tempuh yang lumayan cepat karena tidak membawa carrier. Sekitar 20 menit menyusuri Hutan Damar, kami mulai masuk hutan dan cahaya matahari mulai menyingsing. Suara kicau burung yang bersautan menyambut kami. Sesekali kami melihat beberapa lutung Jawa yang berada di atas pohon. Kami juga melihat yang berwarna emas (entah lutung atau monyet). Beberapa kali pula terdengar suara babi hutan. Di sepanjang jalur pendakian, kami melihat bekas ban motor. Ayo tebak motor siapa?

            Sebelum memasuki kawasan suaka margasatwa, ada portal yang baru dipasang untuk mencegah terulangnya kembali kejadian beberapa waktu lalu. BBKSDA sempat kecolongan, motor cross masuk ke Taman Hidup.

Dengan waktu tempuh sekitar 3 jam, kami sampai di Taman Hidup setengah 8. Cuacanya sedang cerah, puncak Argopuro yang berdampingan dengan puncak Arca megah terlihat. Kami segera menuju dermaga di tepi danau untuk sarapan karena perut sudah keroncongan.

Danau Taman Hidup
Setelah sarapan, kami pasang umpan. Umpan yang kami gunakan adalah mi instan. Kata Mimi yang pernah mancing di sini, ikannya lebih suka makan mi daripada cacing. Bagaimana bisa ikan di danau suka mi, sedangkan mi tidak dihasilkan oleh alam. Ada yang bisa bantu menjawab?

Tidak lama berselang ikan pertama kami dapatkan. Kemudian beberapa ikan yang lain berhasil kami tangkap. Jenis ikan yang berhabitat di Danau Taman Hidup ini adalah ikan tombro. Hanya ada saya, Mimi dan 3 orang penduduk di tepi danau mengingat jalur pendakian sedang ditutup. Walaupun tidak, mungkin hanya akan ada beberapa pendaki, tidak seperti di Ranu Kumbolo yang mencapai ratusan orang setiap harinya. Danau yang sepi dan menenangkan!

Kami berdua sempat ingin membuktikan mitos di Danau Taman Hidup karena hari masih cerah, tapi tidak jadi. Mitosnya adalah saat orang berteriak di Danau ini, seketika kabut akan turun. Katanya, kabut ini karena Dewi Rengganis marah. Ada yang mau mencoba? Silakan saja. Menjelang siang, kabut tipis pun mulai turun ke danau. Semakin siang, kabut semakin tebal. Jarak pandang kami berkurang, praktis kami tidak bisa menikmati pemandangan lagi, hanya sejuk dingin butiran air dari kabut yang kami rasakan.

Kabut tebal di Danau Taman Hidup
Ikan yang menyambar umpan kami semakin jarang. Akhirnya saya memutuskan untuk pindah lokasi, sedangkan Mimi tidak. Saya pindah menuju tepi utara. Saat melintas di saluran pembuangan air danau yang mengering, lagi-lagi saya melihat bekas roda. Tapi bukan hanya roda yang saya lihat, jejak kaki kucing hutan juga ada (atau anak macan?). Akhirnya saya sampai di spot utara, dan hasilnya sama saja: nihil. Saya putuskan untuk kembali ke dermaga dengan kabut yang menutup penglihatan. Saya ikuti saja bekas roda yang ada. Hehehe.

Sampai di dermaga, saya memasak mi untuk makan siang. Beberapa saat kemudian terdengar teriakan tidak jelas dari manusia. Kami berdua mencoba menerka milik siapa suara itu. Tidak mungkin suara itu berasal dari penduduk, untuk apa penduduk yang setiap minggu naik ke Taman berteriak? Ya, kami berdua sepakat bahwa itu adalah suara pendaki dan benar. Sepuluh orang pendaki dari Jakarta tiba di Taman Hidup. Kami berbincang-bincang sekitar satu jam. Sekitar jam 1 siang saya dan Mimi memutuskan untuk turun.

Ikan tombro hasil buruan

Pelajaran: Memancing itu ibarat hidup (atau hidup itu ibarat memancing?) perlu perjuangan, perlu pengorbanan, perlu juga bersabar. Untuk mendapatkan hasil, kita harus mengorbankan sesuatu yang kita miliki. Jer basuki mawa beya, ungkapan dalam bahasa Sanskerta yang juga menjadi semboyan Provinsi Jawa Timur bermakna “untuk mencapai suatu kebahagiaan diperlukan pengorbanan”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa di Tempat Wisata Alam Ada Larangan Memberi Makan Satwa?

         Pernah enggak kalian main ke tempat wisata alam terus  nemu  plakat larangan memberi makan satwa? Aku pas solo trip beberapa waktu lalu  nemu  larangan itu di Pantai Batu, pantai yang dilewati sebelum ke Teluk Ijo, Banyuwangi, masuk kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Tapi, sebetulnya kenapa kita dilarang  mberi  makan satwa? Setahuku, sih, dua ini (sok tahu juga, sih). 1. Bisa Mengubah Perilaku Mereka      Alasan pertama dan mungkin utama adalah karena bisa mengubah perilaku mereka. Mereka jadi enggak takut lagi ke manusia. Terbiasa diberi makan oleh manusia mereka akhirnya jadi manja. Kalau sudah manja, tahu apa yang terjadi selanjutnya kalau enggak dikasih makan dan sudah enggak takut lagi ke manusia? Sepengalamanku di Gunung Argopuro sama Gunung Butak, dalam kasus ini monyet, mereka bisa mengancam dengan seringai yang menakutkan, bahkan nih ya mereka bisa  nyolong  makanan yang kita bawa....

Bukan Puisi: Taman

Taman Hidup                         “Selamat datang di Taman Hidup!”             Mungkin itu yang akan terdengar             Andai saja ia benar-benar hidup             Dan dapat berucap Damai, Sunyi, Sepi Akan kita dapati di tempat ini Bagaimana tidak? Hanya ada beberapa pendaki di sini Tak seperti danau di gunung sebelah Yang ramainya bagai pasar Belum lagi merdu kicau burung Yang bersambut Seiring munculnya mentari pagi Ingin rasanya berlama-lama di sini Tapi mau bagaimana lagi Pekerjaan di bawah sudah menanti Nasib…                                    ...