Langsung ke konten utama

Bukan Puisi: Taman


Taman Hidup
           
            “Selamat datang di Taman Hidup!”
            Mungkin itu yang akan terdengar
            Andai saja ia benar-benar hidup
            Dan dapat berucap

Damai, Sunyi, Sepi
Akan kita dapati di tempat ini
Bagaimana tidak?
Hanya ada beberapa pendaki di sini
Tak seperti danau di gunung sebelah
Yang ramainya bagai pasar
Belum lagi merdu kicau burung
Yang bersambut
Seiring munculnya mentari pagi

Ingin rasanya berlama-lama di sini
Tapi mau bagaimana lagi
Pekerjaan di bawah sudah menanti
Nasib…
                                                                                                
                                                                                   
                                                                                   Malang, 22-02-2019
    
                                                                                   Mahaparana
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Catatan: Mancing di Danau Taman Hidup, 12 Agustus 2018.

Seminggu menjelang libur panjang kuliah berakhir, saya dan Mimi menyempatkan untuk memancing di Danau Taman Hidup, Gunung Argopuro (orang Bremi menyebutnya Taman).             Saya berangkat tanggal 11 pukul setengah 5 sore dan sampai di rumah Mimi di desa Bremi sekitar pukul setengah 6. Kemudian makan malam dan membenarkan pancing untuk esok hari. Sekitar jam 11 malam saya tidur. Pukul setengah 4 bangun. Memasukkan segala perlengkapan dan bekal ke dalam daypack. Pukul setengah 5 kami berangkat. Perjalanan dimulai.             Tidak jauh kami melangkah, sekitar 200 meter dari rumah, kami melihat cahaya berwarna merah seperti bintang jatuh yang menghilang begitu saja. Untuk dikatakan bintang jatuh, cahaya itu terlalu kecil. Kalau kata orang-orang, cahaya itu berasal dari ilmu santet. Ada pendapat lain? Kami terus melangkah melewati ladang warga.    ...

Sebuah Catatan: Argopuro 3.088 MDPL, 5-8 Januari 2018.

Puji syukur kami panjatkan karena mendapatkan kesempatan kedua untuk berangkat menjamah jalur terpanjang se-pulau Jawa, Gunung Argopuro setelah kesempatan pertama harus batal di pertengahan tahun lalu. Kami berlima (Saya, Bagus, Mimi, Kocol dan Mas Domas) berangkat dari Terminal Bayuangga, Probolinggo, pukul 04.00 WIB dan sampai di Pasar Besuki pukul 05.40 WIB. Setibanya di Besuki, kami mencari pick up yang akan membawa kami ke basecamp di Baderan. Alasan dipilihnya pick up bukan ojek karena untuk meminimalisir biaya mengingat rombongan kami berjumlah 5 orang. Akhirnya pick up kami dapatkan setelah kurang lebih satu jam mencari dengan harga 130 ribu. Untuk sekadar informasi, ojek menuju Baderan mematok harga diatas 40 ribu. Berangkat. Waktu tempuh kurang lebih 1 jam karena jalan lumayan menanjak. Kami nikmati perjalanan ini dengan melihat pemandangan sekitar. Tiba di basecamp, kami mengurus simaksi. Kami disuguhi camilan oleh petugas yang diberi oleh pendaki lai...

Kenapa di Tempat Wisata Alam Ada Larangan Memberi Makan Satwa?

         Pernah enggak kalian main ke tempat wisata alam terus  nemu  plakat larangan memberi makan satwa? Aku pas solo trip beberapa waktu lalu  nemu  larangan itu di Pantai Batu, pantai yang dilewati sebelum ke Teluk Ijo, Banyuwangi, masuk kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Tapi, sebetulnya kenapa kita dilarang  mberi  makan satwa? Setahuku, sih, dua ini (sok tahu juga, sih). 1. Bisa Mengubah Perilaku Mereka      Alasan pertama dan mungkin utama adalah karena bisa mengubah perilaku mereka. Mereka jadi enggak takut lagi ke manusia. Terbiasa diberi makan oleh manusia mereka akhirnya jadi manja. Kalau sudah manja, tahu apa yang terjadi selanjutnya kalau enggak dikasih makan dan sudah enggak takut lagi ke manusia? Sepengalamanku di Gunung Argopuro sama Gunung Butak, dalam kasus ini monyet, mereka bisa mengancam dengan seringai yang menakutkan, bahkan nih ya mereka bisa  nyolong  makanan yang kita bawa....